Selasa, 11 November 2014

Kalo Kamu Tau Ini Hal Yang Paling Aku Suka

Semua manusia paling suka kedamaian kan?
Begitu pula aku, aku paling seneng kita yang kayak gini..
Entah kenapa, senyum saat aku nerima kabar langsung dari kamu itu terasa lebih beda
Aku gak bisa bohong kalo kamu itu tetep beda..
Tetep sosok yang paling pas
Yang paling bisa buat aku tersenyum beda..
Aku suka kita yang kayak gini :)

Selasa, 30 September 2014

Susahnya Mengembalikan Hati yang Terlanjur ..



Menghapus rasa kecewa tentunya tidak semudah memadamkan sebatang korek api. Terlebih lagi saat menerima kata ‘maaf’, bukan hal yang mudah untuk membayar rasa kecewa. Tapi begitu Maha Sempurna-Nya Dia yang menciptakan rasa kelapangan dada dan menerima keadaan.
Saat kenyataan itu terbalik dan ada suatu kondisi yang tidak pernah kita inginkan tentunya kita akan sangat marah dan tidak bisa berpikir secara rasional lagi. Padahal masih banyak hal lagi yang harus kita pikir dan pertimbangkan agar kedepannya lebih baik.

Mengikhlaskan Suatu Kondisi

Maha Besar Dia yang menciptakan rasa ikhlas dalam hati manusia. Pikiran negatif yang tak bisa kita bendung pada saat emosi sedang naik justru akan membuat segalanya menjadi rumit, takkan menyelesaikan masalah.
Menahan emosi bukan berarti kita dendam, melainkan membiarkan emosi untuk tetap pergi dengan tenang.
Saat masalah dirasa sangat berat, kondisi tersebut harusnya menjadi media agar kita bisa belajar untuk sabar. Bukankah masa-masa berat yang kita lalui adalah jalan menuju sesuatu besar yang disiapkan oleh Yang Maha Kuasa. Pastinya masalah tersebut ada agar kita bisa mengambil pelajaran didalamnya.
Ikhlas memang berat. Mengawali rasa ikhlas adalah dengan kita tidak ikhlas terlebih dahulu. Kemudian lambat laun, kita dengan mudahnya melewati masa-masa rumit kita dengan belajar untuk mengikhlaskannya. 

Amarah tidak akan menyelesaikan masalah, Amarah tidak akan dapat mengembalikan apa yang sudah terlanjur hilang.

Dalam keadaan marah, kita tidak bisa berpikir secara jernih. Kita malah memberikan solusi-solusi yang sepertinya bisa menyelesaikan masalah secara cerdas. Ibarat mabuk, yang kita lihat adalah hal-hal imajinatif, hal-hal yang sebenarnya belum tentu benar, atau kita sedang memandang apa yang belum tentu ada. Kita tak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik mana yang bukan.

Pentingnya bersabar, pentingnya ikhlas, pentingnya melupakan rasa kecewa. Mintalah kepada Dia, Sang Pencipta Rasa. Istighfar ! Istighfar !. Agar pikiran kita bisa jernih secara perlahan, agar Yang Kuasa mencabut rasa kecewa tersebut.

Belum Bisa Bergeser dari Apa yang Ditakutkan



Aku tak tahu sampai kapan dan sedalam apa aku bisa memendamnya. Hati dan perasaanku itu bukan disana. Aku tak tahu apakah saat ini aku diuji bagaimana aku mengatakan ‘TIDAK!’ pada hal-hal yang sebenarnya aku inginkan. Aku selalu takut mengambil resiko apalagi berkaitan dengan masa depan, tetapi bukannya resiko itu akan menjadi masa depan?.

Aku tidak ingin dicap sebagai pendusta. Apalagi masalah perasaan. Apakah sekarang sudah waktuku untuk bergerak, atau aku akan bergerak setelah semuanya usai?

Masalahku yang ini seakan menjadi sebuah abu-abu yang tak pernah usai. Ketika aku mengingatnya tiap hari, mungkin sepersekian detik aku mati hanya untuk mengingat bagaimana kelanjutannya.

Aku tak bisa dengan egoisnya menaruh keinginanku dengan mengorbankan orang lain. Disisi lain aku tak bisa menaruh masalah ini berlarut-larut. Bukan masalah ringan sebenarnya, tapi juga bukan masalah yang terlalu berat.

Aku hanya tak ingin semua berakhir dengan kecewa.

Apa aku harus mengorbankan perasaanku sendiri? Seakan tak akan menjadi apa-apa kedepannya.
Aku ‘iya-iyakan’ saja kepada takdir yang terus memberi tanda cawang, sebuah tanda aku telah menyelesaikan misi ini

Yang jadi pertanyaan adalah apakah sebuah dosa ketika kita mengecewakan seseorang?
Cepat atau cepat Dia akan tahu, dan pastinya aku akan terdiam dalam waktu yang sangat lama sambil memikirkan jawaban dari ribuan tanya yang akan kau ucapkan suatu saat nanti.

Minggu, 21 September 2014

Biarkan Orang Berbicara tentang Kita, yang terpenting adalah Bagaimana Menjadi Orang Yang Bermanfaat bagi Orang Lain



“ Kamu itu orangnya keras, kaku, Liv “

Bismillahirrahmaanirrahiim

Ibarat kaca, Dunia luar akan memperlihatkan kita apa kekurangan dan kelebihan kita. Lebih keras daripada diri kita sendiri. Haha ngeri nggak sih?

Aku kadang tak bisa berbicara saat membicarakan kekurangan orang lain. Menurutku saat kita semakin banyak berbicara tentang kekurangan orang lain kita kadang terlupa dengan segala kekurangan kita. Tak ada yang bisa menjamin kita lebih baik dari pada orang yang kita komentari kan?

Biarkan oranglain berbicara tentang segala kelemahan kita. Bukankah hal-hal kecil seperti kelemahan kita suatu saat nanti akan menjadi titik kita untuk menjadi lebih baik lagi?.

Orang yang bijak, pasti sudah memahami kesalahan pada dirinya, bisa untuk memposisikan diri.

Aku juga tak ingin menjadi orang egois yang sibuk memperbaiki diri menjadi perfect terlebih dahulu lalu menasihati orang lain. Kalaupun memang ada nasihat ‘perbaiki dahulu diri sendiri sebelum menasihati orang lain’, seberapa lama kita akan menunggu diri kita untuk menjadi baik kemudian kita bisa menasihati orang lain dalam kebaikan.

Sadarlah akan hakikat kita sebenarnya untuk menjadi khalifah dimuka bumi, kita sebenarnya adalah pemimpin . Tidak perlu menjadi pribadi yang baik dahulu setelah itu kita menasihati orang lain. Hidup cuma sekali, jadilah orang yang bermanfaat untuk orang lain. Kelemahan kita harusnya bukan menjadi pembatas kita. Kelemahan harusnya menjadi sebuah titik yang akan kita jadikan lompatan agar kita bisa menjadi lebih baik dan menjadi pelajaran bagi orang lain.